Pages

Saturday, November 5, 2016

CERPEN : TARIAN RINDU - PART 3

Sudah dua bulan kepergian Lena, tapi Valen masih selalu terbayang akan istrinya. Cintanya terlalu besar. Rindu itu seolah menari-nari dalam angannya. Terbangun di pagi hari dengan perasaan kosong sungguh membuatnya frustasi.
Beruntung Tasya di sampingnya, menemani malam Valen yang sepi. Dia sudah sepenuhnya bisa mengurus Tasya, memandikannya, mengganti diapers atau sekedar menyeduhkan susu. Terkadang Valen menyuapi putri mungilnya itu.
Dan Tasya merupakan anak yang cerdas, tak cengeng serta pengertian. Dia mengerti jika papahnya harus kerja, tak pernah menangis malah terkadang melambai dengan senang. Membuat hari-hari Valen lebih berwarna.
Pagi ini, Valen sangat terkejut mendapati seorang wanita berpakaian mini berdiri di depan pintu rumahnya. Rhena, adik Lena yang baru lulus kuliah datang. Wajahnya memang mirip dengan Lena, tapi tidak dengan kelakuannya.
“Ada apa kamu kesini?”
“Hai mas apa kabar?” Rhena memeluk Valen dan mengecup kedua pipinya. Valen terdiam, tangannya dimasukkan ke saku. Dia tak tahu di beranda atas rumah sebelah ada seorang yang memperhatikan dengan hati memanas. Emi!
“Aku mau cari kerja disini, selama belum dapat kerja, i’m stay in here, boleh kan?” Rhena langsung saja meloyor masuk membawa kopernya. Valen hanya mengikuti dengan tatapan bingung. Dia memang biasa mencampur bahasa indonesia dan inggris di kesehariannya.
“Kan ada rumah tante, kamu bisa tinggal disana!”
“Emangnya aku gak boleh tinggal sama kakak ipar aku sendiri, aku juga kan kangen sama keponakan aku, where is she? Tasya... yuhuuu aunty datang sayang,”
“Jangan berisik dia lagi tidur!” Valen berjalan ke dapur meninggalkan Rhena yang cemberut tak disambut kakak ipar kesayangannya itu.
Sudah lama dia juga menyimpan perasaan terhadap Valen, hanya saja saat itu masih ada Lena, jadi tak mungkin baginya merebut suami kakaknya, tapi kini? Lena sudah meninggal tak ada lagi yang bisa menghalanginya memiliki Valen.
Hari sudah menjelang siang, Rhena memutuskan untuk berendam di bath tub. Sedangkan bath tub tersebut hanya ada di kamar Valen, sehingga membuat Valen terusir tiduran di Sova ruang tamu sembari main dengan Tasya.
Setelah mengetuk pintu dan di persilahkan masuk, Emi berjalan ke dapur. Selain sebagai penjaga Tasya, Mamah juga bertugas menjadi tukang catering untuk Valen. Valen tak pernah memintanya tapi sebagai tetangga yang baik mamah tak mau tetangganya itu sampai kelaparan tak makan.
Makanya setiap hari selalu memasak dengan lauk lebih banyak untuk diberikan ke Valen juga. Dan tugas Emi atau Via lah yang mengantar makanan itu.
“Halo Tasya,”
“Ma..maa..ma,” Tasya berusaha meraih Emi, Emi pun duduk disampingnya.
“Tadi pagi aku kayak denger ada orang kesini mas?” Emi bukan mendengar melainkan melihat dengan mata kepalanya sendiri, hanya saja dia tak ingin disangka penggosip dengan menanyakan secara langsung.
“Iya.. itu...”Omongan Valen terputus, melihat Rhena keluar dari kamarnya dengan mengenakan kimono tipis dan rambut basah, sehingga menampilkan lekukan tubuhnya. Emi menunduk. Wanita itu begitu cantik dan sempurna.
“Rhena, ngapain kamu pake baju itu keluar-keluar?”
“Ih aku mau ngeringin rambut dulu mas, baru ganti baju, hair dryer dimana sih?”
“Gak tau!!” timpal Valen ketus, Rhena pun berbalik setelah menatap Emi dengan pandangan mata merendahkan.
Emi berjalan cepat pulang ke rumahnya. Valen lelaki normal melihat ada wanita cantik dirumahnya dia bisa saja tergoda. Astaga setelah Thena, sekarang Rhena? Ada apa sih dengan mereka? Nama mereka mirip pula ada ‘ena’nya. Satu lagi, mendiang istri Valen juga bernama Lena dan ada ‘ena’nya.
Emi meringis melihat banyak kesamaan diantara mereka bertiga, sama-sama cantik, seksi.
Malam ini Valen datang untuk mengembalikan mangkok lauk yang tadi dibawa Emi. Dia mengajak Emi keluar sebentar untuk membeli perlengkapan Tasya yang sudah hampir habis di minimarket depan.
Mereka memutuskan untuk berjalan kaki saja, sambil menikmati udara malam. Tidak biasanya Valen mengajaknya, biasanya dia membeli semua perlengkapan sendiri.
Tak banyak yang mereka bicarakan sepanjang perjalanan. Seakan mereka menikmati kediaman yang hadir.  
“Rhena itu, adiknya Lena, dia bilang mau tinggal disini sampai dapat kerja, tapi kamu tenang aja. Besok aku akan minta tantenya jemput dia,” Emi menghentikan langkahnya, kenapa dia yang harus tenang? Mungkinkah Valen sudah tahu perasaannya?
“Maksudnya?” Valen membalikkan tubuhnya menghadap Emi, wajahnya masih terlihat tenang.
“Ya, kamu pasti risih kan lihat ada perempuan dengan pakaian yang seksi-seksi ada dirumah seorang laki-laki.” Emi hampir lupa bernafas sesaat tadi. Dia hampir menyangka Valen tahu perasaannya, tetapi tidak! Semua hanya karena masalah pandangan sosial.
“Ya, lumayan risih sih.” Emi melangsungkan lagi perjalanannya. Mereka berjalan bersisian.
Omongan Valen sepertinya tidak digubris, nyatanya Rhena masih saja betah menetap disitu. Bukan hanya Emi yang gerah melihatnya, bahkan Via dan mamah pun sependapat.
Rhena sungguh memamerkan tubuh indahnya, dia selalu mengenakan celana atau rok mini. Dengan atasan yang super tipis.
Sepulang kerja Emi menggendong Tasya yang sedang tertidur untuk diantar ke rumahnya.
Rumah itu terlihat sepi, tetapi pintunya tidak terkunci. Emi menghentikan langkahnya ketika mendengar suara dari kamar Valen. Sementara lampunya mati.
“Kamu apa-apaan sih Rhen?”
“Aku tahu kamu tertarik sama aku jadi ayo kita lakuin aja apa yang mau kita lakuin!”
“Rhen, awas! Aku gak bisa, kamu adik ipar aku, Ngerti!!”
“Iya, itu ketika ada Lena, tapi sekarang dia udah mati!gak ada lagi penghalang buat kita berdua. Aku suka sama kamu Mas, aku mau jadi istri kamu selanjutnya.”
“Tapi aku gak mau sama kamu!!Pergi gak?!” Valen mendorong Rhena, dia berjalan untuk menyalakan lampu, rambutnya berantakan. Sejak pulang kerja Valen langsung tertidur dan ketika terbangun Rhena sudah ada disampingnya.
Terlihat Rhena menunduk, dia hanya mengenakan dalaman saja. Tubuhnya terpampang nyata. Emi yang melihatnya hingga ternganga sebegitu beraninya wanita itu menggoda Valen. Valen menyadari ada orang selain dirinya dan Rhena, diapun membuka pintu lebih lebar.
Emi masih mematung menggendong Tasya. Valen segera mengambil Tasya dari gendongannya. Entah kenapa Emi merasa mual menyaksikan pemandangan itu, baju kerja Valen yang berantakan dan Rhena yang hanya memakai dalaman saja.
Emi pun berjalan pelan keluar dari rumah. Sementara Valen bersandar lemah ke pintu. Dipeluknya Tasya dengan erat.
***
Emi bingung harus bercerita dengan siapa mengenai Rhena, maka dia memutuskan kembali menceritakan ke Thena. Thena terlihat sangat marah.
Emi sudah tidak perduli lagi , baginya Thena masih lebih baik dibanding Rhena. Meski nama mereka berdua hampir sama tapi Rhena sungguh seperti tak punya malu.
Maka sepulang kerja Thena segera kerumah Valen, diikuti oleh Emi yang tak mengerti apa yang akan dilakukan Thena.
Sesampainya dirumah Valen, terlihat Rhena dengan daster tipisnya sedang tiduran di Sova. Gayannya sungguh seperti sedang menggoda pria.
“Elo ngapain disini?!” Thena membanting majalah yang sedari tadi dibawa Rhena
“Eh lo siapa? Datang-datang langsung marah-marah!”
“Gw calon istrinya Valen! Sekarang mendingan lo pergi!!” bukannya Rhena yang shock melainkan Emi, dia sampai membutuhkan pegangan untuk menopang tubuhnya. Tak lama Valen datang dan melihat keributan itu.
“Mas cewek gila ini ngaku-ngaku calon istri kamu!”
“Kalau iya memang kenapa? Jadi sebaiknya mulai sekarang kamu pergi dan jangan pernah kembali lagi!” Valen mensedekapkan tangannya. Rhena sangat marah dia berjalan ke kamarnya dan tak lama keluar dengan koper bawaannya. Wajahnya seperti kepiting rebus merah sekali. Antara marah dan malu bercampur jadi satu.
Emi benar-benar kehilangan keseimbangannya. Dia tak menyangka Thena sudah menjalin hubungan seserius itu dengan Valen. Tega-teganya dia menghianati temannya sendiri.
Dan bodohnya Emi sangat mempercayai Thena sebagai teman. Mungkin memang hubungan mereka tak sedekat itu, tak seharusnya dia berharap lebih ke Thena. Toh persahabatan mereka hanya terjalin di tempat kerja saja, tidak lebih!
“Emi wajah lo pucet, kenapa? Lo sakit?”
‘iya Then, sakit banget disini di hati gw!’ ucap Emi dalam hati, dia tak sampai mengeluarkan kata-kata itu. Hanya menggeleng saja dan berjalan pulang dengan lemah.
Baginya tak ada lagi harapan untuk bisa bersama Valen. Lelaki yang sangat dicintainya.
Mungkin sudah saatnya dia melupakan Valen dan membuka lembaran hidup baru, bersama Seto.
***
(bersambung)

No comments:

Post a Comment