Pages

Tuesday, January 17, 2017

CERPEN : A SHORT STORY ABOUT HELENA

By: Khody
“Ah mana sih nih Ka Serena?” rutuk Helena di parkiran motor kantor Serena kakaknya. Setelah kecelakaan beberapa bulan lalu, Serena masih tidak di perbolehkan membawa kendaraan sendiri. Berhubung Nanda sedang keluar kota untuk mengurus berkas pernikahan, jadi sebagai adik yang cantik, baik hati serta tidak sombong, dia menyanggupi untuk menjemput kakak perempuan semata wayangnya itu.
Dan sebuah notif bbm masuk ke handphone Helena, dari orang yang ditunggunya, ‘kamu tunggu dikantin dulu ya, kk ada kerjaan dikit.’ Sambil manyun Helena melangkahkan kaki ke kantin. Matanya menatap ke parkiran mobil. ada sebuah pemandangan menyejukkan disana. Seorang cowok keren memakai kemeja serta dasi keluar dari mobil fortuner berwarna putih. Dia mengantongi kaca mata hitamnya dan berjalan ke kantin. Memesan sebuah cappucino hangat dan duduk tepat di meja samping Helena. Merasa ada yang memperhatikan, cowok itu memendarkan pandangannya ke sekeliling.
Diapun menangkap sosok Helena, wanita muda yang mengenakan jeans belel dan t-shirt putih sedang mangap menatapnya. Masih belum sadar sepertinya. Cowok itupun duduk di samping Helena. Membuat wanita bertubuh langsing itu tergagap dan menggeser duduknya.
“Kenapa? Apa kita udah kenal sebelumnya?” tanya cowok perlente itu.
“Eh.. he belum sih,” Helena salah tingkah, primadona sekolah yang biasanya selalu bisa menaklukan cowok manapun yang disukainya kini dibuat tergagap oleh sapaan seorang cowok. Oh God, beruntung tak ada teman se-genknya, bisa-bisa dia di cengin habis-habisan.
“Gw Abel,” Abel menjulurkan tangannya, Helena tersenyum yah tak bisa dipungkiri tak ada yang bisa menolak pesonanya, seenggaknya di dunia perkantoran ini dia masih bisa menarik simpati seseorang cowok, keren pula. Setelah mengucapkan namanya Helena pun berbasa-basi ke cowok itu.
“Kamu kerja disini?” Abel mengangguk, “sebagai?” lanjut Helena
“Driver.” Helena melongo tak percaya masa sih seorang supir penampilannya seperti ini. Dilihat jam yang melingkar di tangan pemuda itu bermerk, sepatunya pun demikian.
“Kenapa? Malu bertemen sama supir?” Abel mengaduk kopi di cangkirnya, sengaja tak mau menatap Helena.
“Ah enggak koq, aku udah biasa bertemen sama Supir, sebelum punya SIM kan aku naek angkot setiap hari, hampir semua supir angkot kenal sama aku, kadang suka diajak ngenekkin juga sih buat sampingan hehe,” Abel sukses tertawa ngakak mendengar penuturan gadis polos itu. Dia tak menyangka masih ada seorang perempuan yang mau berhubungan dengan kalangan dari bawah. Helena ikut tertawa mereka bercanda saling mengenang pengalaman masing-masing. Rasanya hati Helena hangat sekali, tidak canggung meskipun baru mengenalnya.
Serena memberikan kode ke adiknya yang asik bersenda gurau dengan seorang cowok untuk segera pulang. Setelah berpamitan Helena pun menghampiri kakaknya. Serena sempat memperhatikan pria tadi meskipun dari jarak yang cukup jauh.
“Siapa itu?”
“Abel, katanya dia driver disini? Kaka ga kenal?” Serena menggeleng, wajahnya terlihat asing. Atau mungkin karena dia terlalu fokus pada pengobatan dan hubungannya dengan Nanda sehingga tak tahu jika ada Driver baru. Karena sebagai seorang akuntan Serena sering sekali ke luar kantor dan berganti-ganti supir jadi sedikit banyak dia hapal wajah-wajah orang yang biasa mengantarnya itu.
***
Setiap hari Helena menjemput kakaknya ke kantor, bahkan dia melarang kakaknya pulang dengan Pras. Alasannya Cuma satu, dia ingin bertemu pria keren yang wawasannya luas itu. Meskipun hanya bekerja sebagai Driver tapi Abel selalu bisa memuaskan rasa ingin tahu yang besar dari Helena. Semua omongan Helena nyambung dengan dia. Tak terasa merekapun sering bbman untuk menanyakan kabar atau membahas suatu hal. Dan selalu saja Helena datang setengah jam lebih awal dari jam pulang kantor Serena agar bisa mengobrol lebih lama.
“Kamu kuliah? Umur kamu berapa sih?” Helena menikmati es teh manis di hadapannya sesekali menyomot tahu bulat yang dipesan Abel.
“Ya S1, rencananya mau S2 bulan depan. Baru 24 tahun,” Abel ikut melahap tahu tersebut.
“Owh, sayang banget S1 koq jadi supir kan bisa cari kerjaan lain, mau S2 dimana?” Abel hanya tersenyum tak mau menjawab pertanyaan Helena. Untuk urusan pribadi sepertinya dia lebih menutup diri.
“Kamu sendiri mau kuliah dimana? Ujian nasional udah lewat kan?”
“Aku pengen ke Jogja, UGM mungkin,”
“Ga keluar negri sekalian?”
“Biaya dari mana? Mahal sekarang kuliah di LN.”
“Cari beasiswa dong, bukannya kemarin update statusnya pengen jadi designer? Coba cari referensi kuliah di Paris ambil jurusan Mode,” Helena tersenyum membayangkan impiannya itu.
Dia sangat ingin jadi designer, dirumah dia sering membuat baju sendiri semenjak Pras membelikannya mesin jahit. Meskipun tak pernah ikut kursus menjahit tapi seenggaknya pelajaran dari guru kesenian yang sempat mengajar pola selama satu semester, sempat nyangkut di otaknya. Ditambah dia mempunyai banyak sekali buku-buku panduan membuat pola, membuat design baju dan tentang bahan-bahan pakaian. tapi untuk ke Paris? Sepertinya masih terlalu tinggi baginya. Diapun berpamitan karena Serena sudah menunggunya di motor.
***
Abel memberikan banyak brosur lomba design ke Helena yang diadakan di Indonesia. Dia hanya harus mengirimkan contoh sketsa baju dan jika menang akan ikut seleksi untuk sekolah mode di Paris, Perancis. Impiannya menjadi designer mencuat lagi bahkan lebih tajam sejak Abel selalu memberinya support, bahkan sepertinya Abel tahu banyak tentang bisnis di dunia Fashion. Tak jarang dia mengajak Helena untuk berjalan-jalan dari toko baju satu ke yang lain untuk berdiskusi dan dia juga memberikan kaset fashion show agar wawasan Helena lebih luas dan lebih menginspirasinya dalam membuat baju.
Masa Class meeting yang biasanya dilewatkan Helena dengan hangout bersama teman-temannya kini tak dilakukan lagi. Dia lebih suka mengurung diri di kamar membuat coretan sketsa yang akan di lombakannya. Saat tak ada ide, biasanya Abel akan mengajaknya keluar untuk sekedar berjalan-jalan sore melepaskan penat. Seperti weekend ini, mereka berdua asik nongkrong di Gelora Bung Karno, Senayan. Melihat orang-orang yang lalu lalang, berolahraga. Sementara dia dan Abel asik makan pecel bukannya ikut berlari.
Helena benar-benar merasakan jatuh cinta kepada pria tampan itu, tapi entahlah dengan perasaan Abel? Tak pernah sekalipun dia mengucapkan kata Cinta. Bahkan terkadang Abel seperti menjaga jarak darinya ketika dengan sengaja Helena mengamit lengannya. Selalu saja ada alasan yang dibuatnya agar Helena melepaskan pegangannya. Entah itu ada telpon masuk lah, atau mau membetulkan sepatu lah. Yang jelas sepertinya dia tak ingin ‘menempel’ dengan wanita itu.
Kadang Helena berfikir apa yang salah dengan dirinya? Sampai-sampai Abel tak mau dekat dengannya seperti cowok kebanyakan. Kenapa Abel sama sekali tak membalas bahasa tubuhnya? Terkadang di motor pun jika Helena dengan sengaja memeluknya, Abel seakan merasa sesak dan meminta Helena untuk tak memeluknya dan boleh memegang pinggangnya saja jika takut jatuh.
Atau jangan-jangan sebenarnya Abel sudah menikah? Dan dia takut ketahuan istrinya? Berbagai fikiran berkecamuk di benak Helena.
“Heh koq bengong!” Abel mengusap wajah Helena yang melamun dengan tatapan kosong.
“Kamu udah nikah ya?”
“Nikah sama siapa? Sama kucing? Haha,” Abel tergelak, “pacar aja gak punya apalagi istri,” kali ini dia bertatapan dengan Helena, sebuah ide terbersit di benaknya,
“Kalau gitu pacaran aja sama aku,” tatap Helena dengan serius
“Aku ga mau pacaran, maunya langsung nikah aja,”
“Ya nanti kita nikah,” Abel merapatkan bibirnya, dia tak menyangka Helena akan serius dengan ucapannya. Pandangannya beralih ke orang yang berlalu lalang, “kalau kamu mau nikah sekarang, aku mau jadi pacar kamu, malam ini juga aku lamar kamu,” lanjutnya.
“Kenapa kayak gitu?”
“Ya, karena aku ga mau pacaran Helena.. udah yuk pulang ntar keburu malem.” Abel berdiri, setelah membayar pecel sayur yang dimakannya dengan Helena dia berjalan ke parkiran untuk mengambil motornya.
Helena tak habis pikir di jaman sekarang masih ada pria yang tak mau pacaran. Di saat pria lain malah sibuk bergonta ganti pasangan dan pacaran diluar batas. Dia memang sudah beberapa kali pacaran. Tapi Helena tahu untuk tetap menjaga konsekuensi dalam berpacaran. Tak pernah dia melakukan hal yang dilarang. orangtuanya selalu menekankan untuk menjaga kesucian.
Sepanjang perjalanan Helena terdiam, sepertinya dia tak mood ngobrol dengan Abel. Pun Abel begitu. Di pikirannya berkecamuk hal-hal lain, tentang S2nya, tentang masa depannya. Sesungguhnya dia menyayangi Helena, tapi dia juga memegang teguh prinsip bahwa tak mau pacaran kecuali setelah menikah, dan itupun akan dilakukan dengan istrinya kelak. Haruskah dia meninggalkan Helena?
Setiap mengantar Helena, Abel tak pernah mampir kerumahnya. Belum waktunya untuk kenal dengan keluarga Helena saat ini. Dan Abelpun segera melajukan motor Ninja hijaunya membelah jalan. Fikirannya sangat kalut.
***
Sudah seminggu Abel dan Helena tak saling menghubungi, seperti ada jarak satu dengan yang lainnya. Helena menyesali kebodohannya menembak Abel minggu lalu. Seharusnya dia tak melakukan itu jika tahu pada akhirnya Abel hanya akan menjauhinya.
Lamunannya terhenti ketika Serena menyerahkan sebuah map coklat yang dikirim pak pos barusan. Dia melihat alamat pengirimnya ‘Bellard Fashion Company’ sebuah perusahaan mode bertaraf international yang konon katanya pemiliknya adalah warga Indonesia asli. Helena mengingat-ingat beberapa minggu lalu dia mengirimkan sketsa pakaiannya ke perusahaan itu. Sambil berkomat-kamit membaca doa Helena membuka amplop itu. Ditariknya perlahan sebuah kertas surat, seakan takut merobeknya, di bagian paling atas tertulis ‘Selamat’ Hati Helena bergetar bukan main rasanya seperti naik Roller Coaster di Dufan, sangat menegangkan dan penasaran. Dibacanya dalam hati dan dia pun melonjak kegirangan sembari berteriak-teriak. Serena yang mendengar teriakan, segera berlari ke kamar adiknya disusul oleh Ayah dan Mamahnya. Yang takut anaknya kesambet setan, karena tak ada angin tak ada hujan malah teriak-teriak.
“Ada apa Hel?” Serena mendorong pintu di hadapannya, Helena berlonjak diatas kasur dia menarik tangan Serena agar ikut naik ke kasur dan memeluknya. Mulutnya masih membisu tak bisa berkata-kata. Serena melepaskan pelukannya
“Kamu kenapa?” Tanya Mamah mulai khawatir, sementara Ayah mensedekapkan tangannya menunggu penjelasan putrinya itu.
“Aku dapet beasiswa di Paris, dan setelah lulus langsung dapet jaminan kerja di Bellard Fashion, perusahaan Fashion yang mendunia itu,, aaahhh senangnya,”
“Wah selamat,” Serena memeluk adiknya dan mereka berdua melompat-lompat diatas kasur, Mamah meneteskan airmata haru dia memeluk suami tercintanya. Ternyata anak yang selama ini dibesarkan sudah beranjak dewasa dan bisa mencari peruntungannya sendiri. Tak buang waktu lama Helenapun menelepon Abel dan mengucapkan terimakasih atas informasi dari Abel dan supportnya selama ini.
Sementara itu, Abel sedang memandang kolam renang di hadapannya sembari memetik gitar. Tersenyum miris. Meratapi nasibnya nanti.
***
Besok merupakan hari pernikahan Serena dengan Nanda, semua keluarga sangat sibuk sekali. Terkecuali sang mempelai yang memang tak diperkenankan membantu apapun. Meskipun acaranya akan berlangsung di gedung, tetap saja Keluarga Serena repot masak-masak untuk menyambut tamunya yang sudah mulai berdatangan kerumah terutama yang berasal dari luar kota. Nanda menyempatkan diri untuk mengecek persiapan di rumah Serena. Dia, Serena serta Pras menceklis daftar tamu undangan, katering, home band dan sebagainya. Helena masuk ke kamar Serena dan berbaring di ranjang dia terlihat capek sekali membantu mamah tadi.
Pras mengacak rambut adiknya itu dengan sayang,
“Ciee yang punya pacar baru, koq belom dikenalin sih ke kita?” ledek Pras, Helena mendesah nafas panjang.
“Belum jadian ka, dia ga mau pacaran maunya langsung nikah aja nanti, tapi besok dia dateng sih, nanti aku kenalin ke kalian.”
“Bagus dong, itu artinya dia menjaga dirinya dan cewek yang disayangnya.” Nanda mulai menceramahi calon adik iparnya. Helena hanya manyun mendengarnya.
“Kamu bilang dia Supir? Tapi kaka cari nama Abel ga ada di deretan supir kantor?” Serena melipat kertas checklistnya. Tanda bahwa pekerjaannya sudah selesai. Pras menatap curiga ke Helena.
“Dia bukan supir kantor, tapi supir dari atasan disitu, mau dicari kayak apa juga ga bakalan ketemu,”
“Namanya siapa sih? Kakak kenal semua atasan disana,” ucap Pras
“Nama dia Abel, ga tau deh nama panjangnya siapa? Nama majikannya juga aku ga tau siapa?”
“Kamu bilang dia ngendarain mobil fortuner putih kan? ka Ada berapa orang yang punya fortuner putih di kantor?” kali ini Serena yang mulai penasaran dia menatap ke Pras dengan tatapan serius. Helena yang merasakan perubahan atmosfir di kamar kakaknya itu langsung duduk di lantai bersama kedua kakaknya dan calon kakak iparnya itu.
“Kamu punya fotonya?” selidik Pras, dengan malas Helena membuka handphonenya dan memperlihatkan foto yang dijadikan display picture bbm oleh Abel.
Pras memandang foto itu dan Helena bergantian. Membuat semua yang ada disitu berfikiran tidak enak, dia segera memberikan handphone Helena dan terdiam.
“Kaka kenal?”
“kamu udah dibohongin Hel, sebaiknya jangan berhubungan sama dia,” Pras berdiri dan berniat meninggalkan mereka, tapi Helena menarik tangannya dan meminta penjelasan dari kakak laki-lakinya itu. Akhirnya Pras duduk kembali, membuka laptop milik Serena dan menyambungkannya ke kabel internet. Setelah mengetik beberapa keyword dia menunjukkan hasil pencariannya ke semua yang ada disitu.
“Namanya Rahadian Bellard, putra tunggal pemilik perusahaan advertising ditempat kita bekerja, yang itu juga berarti dia pemilik Bellard Fashion Company, yang saat ini dijalani oleh istrinya yang tak lain adalah ibu dari Abel-nya Helena, serta pemilik beberapa perusahaan besar lainnya. salah satu dari 10 orang terkaya di Indonesia bahkan masuk di deretan 50 milyuner dunia,” Helena memperhatikan sekali lagi laptop Serena, iya benar, pria berjas hitam itu Abel, sosok pria sederhana yang dikenal Helena sebagai supir ternyata adalah anak seorang milyuner. Dan dia telah membohongi Helena. Apakah itu alasan dia tak menerima perasaan Helena? Karena Status Helena?
Hatinya hancur menjadi berkeping-keping. Bodohnya dia mengharapkan Abel menyukainya juga sementara dari segi apapun Helena jauh dibawahnya. Helena berjalan dengan lemas ke kamarnya tak dihiraukan sapaan dari kerabatnya. Dia hanya ingin mendengar musik keras menggunakan handsfree dengan volume maksimal.
***
Acara pernikahan Serena berlangsung dengan meriah, dia terlihat cantik sekali dengan baju berwarna silver yang fit body, begitupula Nanda semakin tampan menggunakan setelan jas berwarna senada dengan istrinya. Mereka telah resmi menjadi suami istri sekarang. Helena berusaha untuk menutupi kemurungannya. Dari tadi pagi dia tak membalas puluhan bbm dari Abel.
Pria yang sedang difikirkannya itu kini muncul dihadapannya, mengenakan kemeja berwarna abu-abu yang lengannya di gulung sesiku. Wajahnya sangat charming, beberapa kerabat Nanda dan Serena yang mengenalnya berbisik-bisik melihat putra bos mereka menghadiri pernikahan karyawannya. Helena seharusnya senang melihat pria itu akhirnya datang ke pesta kakaknya setelah beberapa hari lalu berhasil dibujuk Helena untuk datang. Dan pagi tadi ketika dia ingin mengurungkan niatnya untuk hadir, Helena malah tak membalas bbmnya satupun. Membuatnya semakin gelisah dan ingin menanyakan perihal sikap Helena yang berubah acuh.
Helena berjalan melewati sebuah pintu kaca di gedung itu, sesaat dia menatap bayangannya, Cantik. Bahkan kecantikannya melebihi kakaknya dan jika disandingkan dengan covergirls di majalah dia tak kalah cantik. Wajar saja rasanya ketika dia dinobatkan sebagai murid tercantik di sekolah SMA-nya. Tapi kecantikan tak bisa membuatnya merasa pantas bersanding dengan pria kaya raya itu. ‘Abel seorang milyuner,’ kata-kata itu selalu hadir seakan memukul dirinya untuk tak terlalu tinggi bermimpi. Seseorang menarik tangannya. Abel, wajahnya sangat serius. Dia mengajak Helena ke sebuah sudut yang jauh dari keramaian.
“Lepas!” Hardik Helena
“Kamu kenapa sih? Aku salah apa?”
“Kamu udah bohongin aku Bel, tentang identitas kamu,” Helena tak suka bertele-tele dia lebih suka melampiaskan langsung unek-uneknya. Abel terdiam, wanita yang disayanginya itu telah mengetahui semua.
“Maaf, Hel aku ga berniat kayak gitu,”
“Puas kamu udah permainin cewek miskin kayak aku, aku ga bisa nerima beasiswa dari kamu,”
“Kamu ga bisa nolak itu!!” Nada suara Abel meninggi
“Kenapa!!”
“Karena aku harus mengurungkan cita-cita aku hanya agar kamu bisa meneruskan cita-cita kamu!” Abel membalikkan badannya suaranya bergetar, dia tak ingin marah kepada wanita yang beberapa bulan belakangan ini mengisi hari-harinya. Namun emosi telah menguasai hatinya. Helena terdiam dia memegang bahu Abel dan membalikannya.
“Ma..Maksud kamu?”
“Aku bikin perjanjian sama orangtua aku, untuk kamu.” Abel melepaskan pegangan Helena di pundaknya, “aku suka sekali musik, dan ingin kuliah di jurusan seni, tapi selama ini orangtuaku selalu melarang karena aku pewaris tunggal perusahaan mereka sehingga aku diharuskan kuliah jurusan bisnis,” Abel menghela nafasnya dan menghembuskannya dengan kencang, berusaha mengusir kepenatannya yang mengalir dari udara yang telah dikeluarkannya.
“Aku bilang ke mereka aku mau ambil S2 bisnis, demi kamu, agar mamah memberikan beasiswa dan menjamin kehidupan kamu setelahnya, dan agar mereka merestui kita nantinya,” Abel memegang tangan Helena untuk pertama kalinya.
“Aku sayang sama kamu, aku mau bantu kamu wujudin cita-cita kamu dan menikahi kamu setelahnya, aku ingin serius sama kamu,” Helena tak kuasa menahan butiran halus yang jatuh dari pelupuk matanya. Dia tak menyangka Abel setulus ini kepadanya. Pria yang baru dikenalnya itu telah mengorbankan hobi dan cita-citanya hanya demi seorang wanita.
Abel mengusap air di sudut mata Helena. Dia tersenyum, senyum paling tulus yang  mampu diberikannya meskipun matanya pun tak kuasa menahan haru. Helena masih diam membisu dia memeluk lelaki yang dicintainya itu. Abel balas memeluknya beberapa detik hingga dia tersadar dan melepaskan pelukan itu,
“Hei kita belum halal,” Helena tertawa dan memukul dada Abel pelan,
“Jadi kapan mau halalin hubungan kita?” tantang Helena
“Segera, setelah kamu lulus kuliah,” ucap Abel mantap. Helena tersipu malu dan mereka saling diam dengan fikiran masing-masing.
Helena pergi ke Paris mengejar cita-citanya, sementara Abel ke Amerika melanjutkan S2 bisnisnya. Sebelum berangkat mereka bertunangan terlebih dahulu. Hanya sebuah acara sederhana di rumah Helena yang dihadiri oleh kedua orangtua Abel. Sengaja Abel meminta acaranya sederhana saja karena dia tak ingin suasana menjadi canggung dengan kehadiran para pers. Dan mereka pun berjanji untuk menikah 4 tahun lagi. Setelah semua urusan beres.
Hubungan Helena dan Abel menunjukkan bahwa ketulusan mampu mengajarkan segala hal, membuang keegoisan. Abel yang mengaku menjadi supir dan mendapatkan wanita yang menerima apa adanya tanpa melihat latar belakangnya. Kebanyakan para wanita mendekatinya karena kekayaannya tapi tidak dengan Helena. Dia malah menyayanginya tanpa tahu status Abel. Dan justru ingin menjauhinya setelah tahu kehidupan mewah yang dijalani Abel. Merekapun memperlihatkan pada dunia bahwa tak harus pacaran jika ingin menikah, toh pergaulan bebas hanya akan membawanya pada penyesalan.
________tamat_____________

No comments:

Post a Comment