Pages

Sunday, January 8, 2017

CERPEN : LOVE IS NEVER LATE...

Wanita bertampang manis itu masih terdiam di lantai dua menatap gerombolan anak balita yang berbondong-bondong memasuki sekolah. Tahun ajaran baru sudah dimulai, sebagai guru TK yang diwajibkan berwajah ceria dengan hati baik, Ina pun menjalaninya dengan bahagia. Menjadi guru TK adalah cita-citanya sejak SMP. Kala itu dia masih bersahabat dengan Rafa, pria yang merupakan cinta pertamanya.
Alih-alih ingin selalu dekat dengan Rafa, Ina memposisikan diri menjadi sahabatnya, selama sekolah SMP dan SMA mereka bersama, tak terpisahkan. Namun Ina tahu cintanya itu bertepuk sebelah tangan, bagaimana tidak? Rafa selalu meminta pendapatnya mengenai cewek-cewek yang akan dipacarinya, selalu saja begitu. Bahkan karena jarak rumah mereka yang cukup dekat, membuat mereka saling mengenal keluarga satu sama lain. Kebetulan ibu mereka bersahabat sehingga timbul rasa kepercayaan yang sangat besar dari orangtua.
Rafa sangat mengenal Ina, dia tahu semua kesukaan Ina, artis-artis favoritnya, cita-citanya, namun Rafa terlalu munafik untuk mencari tahu perasaan Ina terhadapnya. Yang dia tahu saat dia sedih dan bahagia ada Ina disampingnya.
“Koq bengong, tuh sambut calon anak-anakmu?” Sapa salah satu pengajar di sana.
“Ah, iya sudah pada ke ruangan ya?” Ina menarik nafas panjang dan melebarkan senyumnya. Usianya kini menginjak 28 tahun. Semenjak lulus SMA tak sekalipun Rafa memberikan kabar, selain  pindah rumah dia pun kuliah di Solo. Ina juga tak tahu alamat facebook dan sebagainya. Rafa seakan-akan menghindarinya. Ina hanya tahu bahwa Rafa sudah menikah.
***
Mata Ina memendar ke seluruh ruangan, hampir semua anak berusia 5 tahun itu diantar oleh orang dewasa, entah orangtua atau baby sitternya. Dia menangkap satu sosok wanita kecil yang lucu, rambutnya dikuncir dua, sedang menunduk. Tak ada yang mendampinginya. Ina pun menghampirinya.
“Hai, selamat datang,” gadis kecil itu, tersenyum. Hati Ina berdetak lebih cepat, senyumnya persis seperti seseorang yang amat sangat dirindukannya. Rafa.
***
Bel pulang sekolah telah berbunyi di sebuah SMA negri. Ina berjalan bersama teman perempuannya, sampai akhirnya Rafa mencegat dia,membuat  teman perempuannya pergi.
“Ada apa sih?” Sungut Ina
“Rumah kita kan deket, kenapa ga pulang bareng kayak biasanya?” Rafa mensejajari langkah Ina. Tubuhnya jauh lebih tinggi dari Ina. Dia memegang tali tas ranselnya.
“Yaelah bukannya elo mau pulang bareng cewek lo kayak kemaren!” Ina jelas kesal sekali. Kemarin tak seperti biasanya Rafa ngeloyor pulang bareng pacarnya tanpa basa-basi ke Ina yang sudah biasa di boncengi.
“Owh,, itu.. hmm.. udahlah ga usah dibahas, tadi gw denger lo di tembak sama Arya kan?”
“He-em, kenapa?”
“Udah lo terima?”
“Belom gw jawab,”
“Klo gitu jangan diterima!”
“Dihh kenapa emangnya?”
“Dia anaknya mesum, pokoknya ga pantes sama elo!”
“Terus siapa yang pantes buat gw, Arya bukan! Danu bukan! Selalu aja kayak gitu, elo bisa ngatur hidup gw, tapi kenapa gw ga bisa ngatur elo! Lo bisa pacaran sama siapa aja, kenapa gw enggak!! Loe Egois!!” Ina sangat kesal, dia berteriak tanpa sadar banyak teman yang memperhatikannya. Ini pertama kalinya kedua sahabat itu bertengkar.
“Pokoknya elo ga boleh punya pacar. Titik!!” Rafa berjalan dengan cepat mengambil motornya di parkiran. Ina sebal sekali. Dia pun berjalan tak kalah cepat. Meninggalkan Rafa di parkiran. Hingga beberapa meter kemudian Rafa menghentikan motornya di depan Ina.
“Ayo naik,”
“Gak!!”
“Ntar gw beliin es Krim,” lama Ina berfikir, dia memutar bola matanya dan memutuskan untuk setuju pulang bareng Rafa. Mereka pun langsung berbaikan. Selalu seperti itu. Ina tak pernah bisa marah lama dengan Rafa.
Triiitt trittttt.. alarm di handphone Ina berbunyi. Masih subuh. Diapun berjalan ke kamar mandi. Di depan kaca dia tersenyum.
“Mimpi itu datang lagi. Sebegitu kangenkah gw dengan elo Raf?”
***
Murid-murid TK sudah pulang, tinggal gadis kecil yang kemarin ditemui Ina yang masih duduk di ayunan. Ina pun menghampiri dan duduk di sebelahnya.
“Belum dijemput?” gadis itu menggeleng, wajahnya murung tak seceria tadi di kelas.
“Kenapa?”
“Mang Awan sakit ga bisa jemput, jadi aku tunggu papah.”
“Owh, ibu temani ya,” gadis itu tersenyum senang Ina pun mengayunnya pelan, ada rasa hangat menjalar di hatinya. Banyak yang bertanya kenapa Ina belum menikah sampai sekarang? Sejak dulu Ina tak pernah punya pacar, meskipun beberapa pria menyatakan cinta kepadanya namun dia selalu menolak. Hatinya masih dipenuhi oleh sahabatnya, cinta pertamanya.
Sebuah mobil sedan berhenti tepat di gerbang TK, seorang pria dengan kacamata hitam berjalan menghampiri Ina dan gadis kecil tadi.
“Chery,..” Panggil Pria itu, Ina menengok merasa tak asing dengan suaranya. Tangannya bergetar menutup mulutnya.
“Papah,,” Chery berlari memeluk papahnya, orang yang belakangan mengusik hidup Ina, Rafa. Rafa membalas pelukan anaknya. Ina masih mematung, hatinya sakit sekali, ternyata Rafa sudah punya anak, bahkan anak itu sekolah di tempatnya bekerja. Pantas saja senyum Chery tak asing baginya. Mata Ina memerah, hampir dia menangis. Rafa menghampirinya.
“Ina, lo ga kangen sama gw,” senyum itu, masih senyum yang sama dengan bibir di miringkan sedikit. Ina terpaku, lidahnya kelu.
“A..apa kabar?” Rafa membuka lebar tangannya berharap Ina memeluknya seperti dulu ketika mereka berpisah lama, saat sekolah. Tapi kini Ina hanya mengulurkan tangannya, Rafa terlihat kecewa dia pun membalas uluran tangan Ina dengan canggung.
“Oiya, sorry gw buru-buru kapan-kapan kita ngobrol lagi ya, dah..” ada semburat kecewa di wajah Ina. Sepuluh tahun tak bertemu dengan pria itu, dan mereka hanya bercengkrama selama beberapa detik, Ina sedikit menyesal mengapa dia tak memeluk Rafa tadi, padahal hatinya melonjak kegirangan. Tapi Ina tahu, bahwa tak seharusnya dia bersikap seperti dulu, Rafa kini sudah berkeluarga, bagaimana kalau istrinya tahu suaminya berpelukan dengan wanita lain? Meskipun itu sahabatnya sendiri.
***
“Kamu gambar apa?” Ina duduk di samping Chery, gadis kecil itu sibuk mewarnai hasil karyanya. Ingin rasanya Ina menjauhi Chery tapi itu tak mungkin di lakukannya, meskipun hatinya selalu sakit melihat Chery, melihat senyumnya, melihat matanya. Hal itu membuat Ina sadar bahwa tak seharusnya dia menyimpan perasaan ini.
“Aku gambar mamah bu guru,” Ina lagi-lagi memegangi dadanya. Rasanya ada yang mencabut jantungnya saat itu.
“Chery sayang sama mamah?”
“Iya dong, aku juga sayang sama papah,” Ina mengelus kepala Chery, dia tersenyum dan menyapa murid lainnya. Rafa sudah mempunyai kehidupan sendiri. Meskipun selama ini ibunya tak pernah menjemput atau mengantar Chery, sehingga Ina tak tahu bagaimana rupa wanita yang mampu menaklukan hati Rafa.
Mungkin ibunya Chery sibuk kerja, sehingga tak bisa menemani anaknya. Sudahlah, toh Ina tak bisa memasuki begitu saja kehidupan murid-muridnya.
***
Ina menutup gerbang sekolah, semua murid sudah pulang. Namun langkahnya terhenti, ada Chery berdiri tak jauh dari situ. Bukankah tadi dia sudah dijemput oleh supirnya, lalu kenapa dia masih ada disekolah? Inapun bergegas menghampirinya.
“Chery koq belum pulang?”
“Ibu, besok mau tunangan ya?” Ina mengangguk, dikelas tadi dia meminta izin kepada murid-muridnya karena besok tak bisa datang. Tak mau berlarut-larut dalam kesedihan atas kehilangan Rafa, dia memutuskan menerima lamaran dari teman kuliahnya. Toh cinta bisa hadir setelah mereka menikah. Usianya sudah matang untuk menjalin rumah tangga.
“Tunangan artinya mau menikah ya ibu?”
“Iya sayang, ada apa?” Ina berlutut mensejajari tinggi muridnya.
“Aku mau ngenalin ibu ke mamah, ibu mau kan?”
“Kapan?”
“Sekarang,”
“Tapi ibu sibuk, lain kali aja ya,” Chery menangis, dia berjalan ke mobilnya. Ina tak boleh membiarkan seorang anak terluka oleh sikapnya, maka Ina memutuskan untuk ikut masuk ke mobil.
“Nah ibu udah ikut, sekarang jangan nangis lagi ya,” Chery pun tersenyum lebar sekali. Pa Supir menjalankan mobilnya. Sepanjang perjalanan Chery menggenggam tangan Ina. Sebagai guru Tk tentu Ina sudah biasa bergandengan tangan dengan muridnya, yang lain kali ini adalah perasaannya, hatinya yang terluka. Ditambah sebentar lagi dia akan bertemu dengan seseorang yang sangat tak ingin ditemuinya. Ibunya Chery.
Mobil berhenti di sebuah pemakaman umum, Ina terkesiap. Mengapa Chery mengajaknya ke pemakaman? Ina mencubit pipinya, benar ini Chery? Mungkin dia terlalu banyak menonton film horor sehingga dia sempat berfikiran bahwa anak ini jelmaan dari mahkluk halus.
Ina menggeleng, Chery membuyarkan lamunannya dengan menarik tangannya.
“Kita mau kemana?”
“Ntar juga ibu tahu,” Chery menyeringai membuat Ina bergidik. Mereka berhenti di sebuah makam bertuliskan ‘Laura Alvante’ meninggal 5 tahun lalu. Di samping nisan ada gambar yang dibuat Chery beberapa minggu lalu. Itu berarti ini makam ibunya, istrinya Rafa. Mengapa Rafa tak bercerita bahwa istrinya telah meninggal. Ah apa sempat dia bercerita mereka saja hanya bertemu sekali waktu itu, dan hanya beberapa menit pula.
Tak kuasa menahan haru, Ina lebih memilih duduk di samping Chery yang sepertinya sangat Khusyu berdoa.
“Mamah, aku datang sama bu Ina, yang sering aku ceritain, tapi sebentar lagi bu Ina mau menikah mah,” Chery menangis, Ina memeluknya dengan lembut.
“Chery, meskipun ibu menikah ibu akan tetap mengajar koq, Chery tenang aja ya,” Chery masih terisak. Akhirnya Ina memutuskan untuk menggendongnya ke mobil dan mengantarkan kerumahnya.
Chery tertidur di dekapan Ina, mereka telah sampai di rumah Rafa, sebuah rumah yang cukup besar jika hanya ditempati berdua saja. Seorang Asisten rumah tangga menunjukkan kamar Chery. Kamar yang dihiasi pernak-pernik hello kitty dengan nuansa pink yang kental.
Setelah dibaringkan di kasur, Ina melepas sepatu Chery. Terlihat foto seorang wanita di meja belajar Chery. Wanita itu cantik sekali dengan lesung pipit menghiasi sepasang pipinya. Pintu kamar terbuka dan Rafa masuk, dia terlihat khawatir sekali. Tangannya mengusap kepala putrinya. Dia pun menoleh ke Ina.
“Thanks ya, udah nganterin dia,”
“Iya, yaudah berhubung lo udah dateng, gw pulang dulu ya,” Ina berjalan keluar namun tangannya ditarik oleh Rafa yang langsung memeluknya. Tak ada perlawanan dari Ina, dia benar-benar tak kuasa menahan tangisnya. Airmatanya jatuh membasahi kemeja Rafa.
“Ada yang mau gw omongin sama elo,” Rafa menggandeng tangan Ina menuju teras rumah, disana telah tersaji dua gelas es teh manis. Mereka duduk di kursi menghadap halaman belakang yang dihiasi beberapa pohon bunga.
“Tadi, gw ke makam istri lo, sorry gw boleh tanya sesuatu?”
“Iya, tadi sebelum ke makam Chery telpon gw, hmm tanya aja.”
“Setau gw lo tinggal di Solo, trus kenapa makam istri lo disini?”
“Waktu usia kandungannya 9 bulan, Istri gw ikut gw tugas disini, dia pengen banget kenal elo, tapi sayangnya sebelum sempet gw ketemuin kalian, perutnya kontraksi dan diapun melahirkan, saat itu nyawa dia tak bisa tertolong,” hati Ina sesak, betapa bodohnya dia cemburu terhadap seorang yang telah tiada, bukannya mencari tahu lebih dahulu malah menelan mentah-mentah informasi yang dia dapat.
“Kata Chery besok elo mau tunangan?” Ina mengangguk,
“Kalau gw ngelarang elo seperti dulu, apa elo bakalan tetap patuh?” Rafa tersenyum sinis, dia menatap mata Ina dengan tajam, Ina tak berkutik dia lebih memilih membuang muka.
“Kenapa ga jawab?”
“Gw harus jawab apa?”
“Elo ga boleh tunangan sama dia!”
“Elo selalu ngelarang gw berhubungan sama orang lain, tapi elo dengan bebasnya jalin hubungan dengan siapa aja! Maksud elo apa sih!” Ina berdiri, dia berniat pergi meninggalkan Rafa dan keegoisannya,
“Kenapa elo tuh dari dulu enggak peka sih! Gw tuh suka sama elo!”
“Elo atau gw yang gak peka hah!!”
“Elo!!”
“Lo fikir gampang nyimpen perasaan ini!! Dari SMP gw suka sama elo tapi gw pendem, gw takut elo jauhin gw, elo gak tau sakitnya hati gw tiap elo cerita cewek-cewek elo,”
“Elo harusnya sadar dari situ gw Cuma mau tau perasaan elo, kenapa elo ga nunjukkin perasaan elo? Kenapa elo selalu dukung gw? Mana gw tau klo elo suka gw! Gw mikirnya malah elo emang ga ada perasaan apa-apa sama gw!” Ina mengusap air matanya dia tertawa, menertawai kebodohannya. Begitupun Rafa, mereka berdua tertawa terbahak-bahak.
Kisah cinta remaja yang penuh kemunafikan. Tak bisa jujur satu sama lain. Lagi-lagi Rafa menarik tangan Ina untuk duduk di sampingnya. Sikapnya melembut. Dia tak melepaskan genggaman tangannya.
“Harusnya kita sama-sama ga bohongin perasaan kita saat itu, mungkin kisah kita ga seperti ini, gw yang salah, gw terlalu nyaman bersahabat sama elo, gw takut klo gw nyatain perasaan gw, elo malah marah dan jauhin gw,”
“Begitu juga yang gw rasa,” Ina merebahkan kepalanya di pundak Rafa. Harusnya dia menyadari sejak dahulu perhatian Rafa kepadanya. Teringat saat study tour Rafa ngotot minta tukeran tempat duduk disampingnya, dan menyandarkan kepalanya di pundak Ina, dengan alasan pusing, padahal dia hanya ingin dekat dengan Ina.
“Gw harap sekarang belum terlambat Na, gw bener-bener sayang sama elo, saat gw menikah, mamahnya Chery juga tahu perasaan gw ke elo, tapi gw terlalu takut untuk nyatain itu,”
“Gw ga ngerti Raf, besok gw tunangan dan mungkin sebentar lagi nikah, ga mungkin kan gw mutusin pertunangan ini begitu aja,” Rafa menghela nafas dengan kencang, dia menautkan kepalanya di kepala Ina. Lama mereka membisu dalam diam, hanya helaan nafas yang bersahutan memenuhi udara. Membuat Ina maupun Rafa semakin sesak.
***
Hari ini pesta pertunangan Ina. Rumahnya telah ramai, wajahnya sudah dirias demikian cantik dengan kebaya berwarna keemasan membalut tubuh rampingnya. Tapi pria calon tunangannya belum juga datang, sudah telat 30 menit dari yang dijanjikan.
Handphone Ina berdering, dari calon tunangannya.
“Halo, kamu dimana? Koq belum sampe?”
“Na, aku udah tahu semuanya, kamu pasti tahu aku sayang sama kamu, tapi aku ga bisa menjalani hubungan sebelah pihak Na, aku ga mau kamu menderita dengan pertunangan kita,”
“Maksud kamu apa sih, udah deh cepetan kamu datang!”
“Enggak Na, aku gak bisa, aku batalin aja pertunangan ini, kamu berhak bahagia Na, sama Rafa,”
“Ra..Rafa? kamu kenal dia?”
“Enggak,”
“Terus. Gimana kamu bisa tahu?”
“Aku kenal Chery, anaknya. Dua jam yang lalu dia kesini, nangis mohon-mohon agar aku ga jadi tunangan sama kamu, hehe dia anak yang lucu dan baik, akhirnya aku ngerti semuanya Na, aku harap kamu bahagia sama mereka ya, maafin aku,”
“Terimakasih ya,” tak ada kata yang bisa Ina ucapkan lagi atas ketulusan pria itu. Telepon pun diputus, Ina meneteskan air mata haru, mamah menghampirinya, merasa ada yang tidak beres dengan anaknya,
“Kenapa Na?”
“Pertunangannya batal mah,” Ina memeluk erat tubuh wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya itu.
“Siapa bilang batal? Pertunangan tetap jalan, hanya saja calon prianya yang diganti,” Ina menoleh ke sumber suara, Rafa berdiri di dekat mereka, mengenakan setelan jas hitam, tampan sekali. Di dekatnya ada Chery, mengenakan gaun berwarna pink. Mamah tersenyum, mengenali teman Ina yang telah lama hilang, Rafa pun memeluk mamahnya Ina.
“Bolehkan Mah, aku ngelamar Ina?” Mamah melepaskan pelukan itu dan mengangguk,
“Ayo, semua sudah menunggu,” ucap Mamah menggandeng tangan Chery, mereka pun resmi bertunangan hari itu.
Bulan depan mereka akan menikah, menjadi keluarga yang utuh bersama Chery. Menjalani kisah kasih yang sempat tertunda selama bertahun-tahun lalu.
Satu hal yang pasti, mengenai cinta. Yang tak hanya bisa dirasakan tapi perlu diucapkan. Mengenai kasih sayang yang harus selalu dibuktikan. Tak ada penyesalan yang terjadi jika sudah terucap. Karena takdir, telah ditentukan. Karena hidup, kita yang menjalankan.
Kisah cinta Ina dan Rafa, tentu banyak terjadi di kehidupan nyata, betapa susahnya menyatakan cinta? Betapa jalan persahabatan lebih mudah dijalani demi menutupi cinta. Yang berujung pada penyesalan.
Kini mereka telah memetik makna yang sebenarnya. Dan menjalani sisa hidupnya dengan penuh suka cita. Karena cinta tak pernah datang terlambat.

No comments:

Post a Comment