Pages

Sunday, January 15, 2017

CERPEN : PRIA MATAHARI

By. Khody
Central Tower, sebuah gedung pencakar langit tertinggi berlokasi di Jakarta.  Gedung yang didalamnya menghimpun banyak perusahaan swasta, yang memungkinkan semua karyawan bisa berinteraksi meskipun beda kantor.
Fara merupakan salah satu karyawan yang bekerja disitu, tepatnya di lantai 2. Pagi ini seperti biasa setelah turun dari angkot, dia berjalan menuju lobbi. Beberapa bulan ini ada seorang pria yang menarik perhatiannya.
Seorang pria yang selalu berdiri di lantai 29 menatap terbitnya matahari pagi, dia  selalu memegang cangkir entah berisi kopi atau teh. Dan pemandangan itu selalu berhasil mengusik rasa ingin tahu Fara.
“Mba, lantai 29 itu perusahaan apa sih?” akhirnya Fara menanyakan hal itu ke rsepsionit setelah sekian lama dia pendam perasaan ini. Resepsionist di lobby membuka buku tebal berisi daftar perusahaan dan membolak balikan halamannya.
“itu perusahaan Jasa mba Fara, pembuatan akta tanah, gedung, pengacara dan sebagainya, ada apa ya?” resepsionis berwajah cantik itu memandang Fara.
“Engga ada apa-apa sih penasaran aja, thanks ya.” Fara pun menuju lift ke lantai 2 tempatnya bekerja. Setelah meletakkan tasnya dia memandang bingkai foto bersama sahabatnya di meja. Dadanya terasa sesak sekali.
Fara masih belum bisa move on dari Tyo, mantan kekasihnya yang kini menjadi suami dari Dita, sahabatnya sedari SD. Dita tentu tahu Tyo mantan kekasih Fara tapi karena memang mereka sudah putus jadi menurutnya tak masalah dia menikah dengan Tyo.
Padahal alasan Fara putus dengan Tyo pun gara-gara Dita juga. Tak sengaja Fara membaca Diari Dita yang diletakkan di kasur ketika mereka satu kost-an saat kuliah. Dita jatuh cinta dengan Tyo. Tak lama Fara memutuskan hubungan dengan Tyo. Tyo yang masih mencintai Fara meminta tolong Dita untuk membuat mereka balikan lagi, tapi alih-alih menjadi mak comblang, mereka berdua malah semakin terjebak di suatu ruang perasaan bernama ‘cinta’. Tak bisa dipungkiri merekapun jadian dan menikah. Kejadian itu sudah 5 tahun berlalu.
Meskipun masih belum bisa Move on, tapi melihat sahabatnya bahagia Fara pun tak boleh berlama-lama meratapi nasib. Hingga ketika lulus kuliah dia memutuskan meninggalkan kota Malang dan merantau ke Jakarta.
Bos Fara berdiri di belakangnya, Pria yang sudah agak botak itu terkadang sedikit galak jika melihat bawahannya tidak bekerja saat jam kerja sudah mulai.
Fara pun berdiri dengan tampang gusar, apa bosnya mau marah ya? berbagai pikiran berkecamuk di benaknya.
“Kamu bisa ambilin sertifikat perusahaan kita di lantai 29 gak Far? Santi sakit jadi dia ga masuk sedangkan saya sangat membutuhkan sertifikat itu untuk ditunjukkan ke client,” Fara melirik meja Santi, sekretaris bosnya. Biasanya jam segini dia sudah hadir, tapi meja itu masih kosong melompong. Fara pun menganggukan kepala. Surat penting seperti ini tak mungkin diserahkan begitu saja ke OB. Setelah membawa surat kuasa Fara pun bergegas ke lantai 29.
Sedikit harapannya muncul agar bisa bertemu ‘Pria Matahari’ julukan Fara untuk lelaki bertubuh tinggi yang sering dilihatnya dipagi hari. Ya meskipun jauh sekali dan tak bisa melihat dengan jelas rupa pria itu tapi Fara tahu, sosok itu pasti mudah dikenali jika bertemu langsung.
---------------------
“Tingggg” Lift berhenti tepat di lantai 29. Fara menuju ke resepsionist dan mengutarakan tujuannya datang kemari. Di depan Lobi ada teras kecil dan disitulah biasanya dia melihat pria matahari sedang berdiri. Tak buang waktu, Farapun menuju teras itu dan memandang pemandangan sekitar sambil menunggu namanya dipanggil oleh resepsionist lagi.
Matanya membelalak, dari gedung setinggi ini, Jakarta terlihat jauh berbeda. Dia bahkan bisa melihat kendaraan yang berarakan dengan rapih di jalan. Dan sejauh memandang banyak gedung bertingkat yang tingginya hampir sejajar dengan Central Tower. Ada mall dan air mancur disana. Jika pagi hari mungkin pemandangannya akan jauh lebih indah. Fara pun menunduk, bahkan dari sini dia bisa melihat orang-orang lalu lalang di depan gedungnya.
“Segalanya terlihat berbeda dari sini kan?” seorang pria berjas hitam membuyarkan lamunan Fara. ‘Pria Matahari’
“Saya Danu, Pengacara yang menangani berkas-berkas perusahaan kamu,” Fara pun mengulurkan tangan dan memperkenalkan dirinya. Pria tersebut terlihat luar biasa dari dekat. Wajahnya tampan persis seperti pangeran. Dengan dagu yang runcing dan bibir yang tipis serta hidung mancung menambah pesonanya.
“Oiya saya beberapa kali melihat Anda berdiri disini,”
“Beberapa kali atau setiap hari? Ayo ikut saya keruangan,” ada nada ledekan di suara Danu membuat wajah Fara bersemu merah ternyata pria tersebut mengetahui kegiatan Fara memperhatikannya dari bawah.
Fara kini berada di ruangan Danu, sebuah ruangan yang cukup besar. Ada sofa dan toilet pribadi dalam ruangan itu. Di meja kerjanya nampak tulisan Naryandanu Saputro. Nampak sebuah foto Danu bersama seorang gadis kecil yang Fara taksir usianya sekitar 7 tahun.
“Itu Velisha, Anak saya,” Fara tersenyum memandang foto itu. Gadis yang cantik dan lucu.
“Foto istrinya ga dipajang sekalian?” ada nada getir di suaranya, hatinya sedikit sakit menerima kenyataan bahwa Danu sudah menikah. Bunga itu layu sebelum berkembang dan Fara menyadari itu.
“Sudah meninggal, ketika melahirkan.” Danu tersenyum, sorot matanya tajam dan tegas. Dengan tiba-tiba bunga layu itu kembali mekar. Hal buruk yang bisa membuat Fara tersenyum. Menyadari sedang ditatap Danu, dia pun memasang ekspresi biasa saja.
“Ini sertifikat perusahaannya, kamu tanda tangan disini ya,” tunjuk Danu, segera Fara menandatangani tanda terima tersebut. Dan pamit undur diri. Sebelum dia membuka pintu ada sebuah tangan kekar menghalanginya. Fara membalikkan badan, wajah Danu tepat berada beberapa senti dari wajahnya. Bahkan nafas mereka hampir menyatu. Fara beringsut menjauhinya namun pintu itu masih tertutup hingga Fara terdesak.
“Ka..kamu mau apa?”
“Kita bisa melakukan One Night Stand, kalau kamu mau?” Fara tersenyum dengan bibir di miringkan sedikit seakan mengejek. Pria ini ternyata bejat, tak seperti dugaannya.
“Kamu mau, kapan?” tantang Fara, tak ada ketakutan sedikitpun di matanya.
“Kamu berani juga ternyata, nanti aku kabarin, secepatnya.” Danu membuka knop pintu dan Fara segera keluar dari ruangan itu menuju lift. Kakinya dihentakkan tak sabar. Lift pun terbuka Fara memencet angka dua. Tubuhnya mendadak lemah dia merosot dari pendiriannya. Menangis. Sejujurnya Fara sangat takut tadi. Tapi seseorang pernah mengajarkan bahwa untuk melawan pria hidung belang harus dengan cara yang pintar, jika tak mau dijadikan mangsanya. Seenggaknya Fara berhasil kabur sebelum pria itu bertindak macam-macam. Apalagi ruangan tadi kedap suara. Sekeras apapun Fara berteriak tetap tak akan terdengar.
Sesampainya di kantor, Fara segera memberikan berkas surat itu ke bosnya dan pamit pulang karena mendadak tubuhnya tidak enak. Bos yang melihat Fara pucat itupun membolehkannya pulang, bahkan dia sempat menawarkan driver pribadinya. Tapi Fara menolak.
Di depan gedung, kaki Fara terpaku. Dia menatap lantai 29 tempat Danu, tak disangkanya ada Danu disitu, berdiri memperhatikannya. Fara pun mempercepat langkahnya. Di kejauhan Danu menyeringai misterius.
-----------------------------
Sepanjang hari Fara melamunkan nasibnya. Tubuhnya yang demam berangsur membaik tapi hatinya sakit sekali. Bukankah harusnya dia berbunga-bunga karena akhirnya dia bisa menemui Pria Matahari yang mempunyai perawakan persis seperti bayangannya. Tapi ternyata tidak dengan sifatnya. Fara pun sudah terlanjur mengiyakan ajakan itu, tapi sebagai wanita beragama tentu dia tak ingin menodai kesucian dirinya yang dijaganya erat-erat.
Dia yang semula berfikir bisa move on dari mantan kekasihnya, tetapi malah terjerembab ke jurang yang semakin dalam. Sebuah nomor tak dikenal menelepon Fara. Jantung Fara berdegup kencang. Berjuta kemungkinan yang menelepon adalah Danu, tapi bagaimana kalau bukan? Bagaimana kalau yang telepon itu orang penting? Akhirnya Fara menekan tombol answer di ponselnya.
Tenggorokannya mendadak kering, suara Danu di seberang sana.
“Aku didepan Kost kamu, kamu mau aku ke kamar kamu atau bagaimana?”
“Ja..jangan... aku keluar tunggu 5 menit,” Fara segera membanting ponsel dan mengganti bajunya. Dia keluar dengan mengenakan jaket dan celana jeans panjang. Danu sudah menunggu dengan mobil sedannya.
Tak buang waktu lama Fara pun masuk ke mobil, entah menuju ke mana?
“Kamu tau alamat aku dari mana?”
Danu memfokuskan penglihatannya ke jalan.
“Kita mau kemana?” Danu hanya menyeringai. Fara bergidik melihat ekspressi Danu. Dia pasti membawa Fara ke Hotel. Ahh bodohnya dia mengapa mau ikut saja dan lebih bodoh lagi, kenapa dia tak bisa berfikir jernih ketika terdesak tadi siang.
Ternyata perkiraan Fara meleset. Danu mengajak ke sebuah rumah berlantai dua di sebuah perumahan yang tak terlalu jauh dari kantornya. Setelah memarkir kendaraannya. Fara semakin yakin bahwa ini rumah Danu. Ah apa yang bisa diharapkan Fara, Danu seorang single parent pasti rumahnya sepi. Sia-sia jika dia berfikir bisa diselamatkan oleh anggota keluarganya.
Dengan sigap Danu menarik tangan Fara. Takut Fara melarikan diri. Dia membawa Fara menaiki tangga dan masuk ke sebuah ruangan yang gelap. Danu mendorong Fara ke sebuah ranjang yang empuk. Fara terkesiap dia langsung duduk, sementara Danu membuka gorden dan membiarkan cahaya rembulan masuk menerangi kamarnya.
Pria itu membuka kancing kemejanya satu persatu. Gerakan tangannya terhenti ketika sudah membuka dua kancingnya. Fara gemetar. Dirapatkannya resleting jaketnya. Tubuhnya beringsut menjauh. Tapi Danu segera memegang tangannya, tatapannya tajam seakan ingin menerkam buruannya. Fara menangis dia sangat ketakutan, dengan cekatan Danu membuka jaket Fara dan melemparkannya ke lantai.
“Please jangan Dan, aku belum pernah melakukan ini...” Fara sangat putus asa. Danu membungkukkan tubuhnya, wajahnya semakin mendekat, dan Fara menunduk tenaga Danu kuat sekali memegangi tangannya. Tiba-tiba pintu kamar terbuka, cahaya terang masuk, seorang gadis berdiri mematung mencari saklar lampu dan menyalakannya. Danu segera berdiri. Menyambut putrinya. Fara mengusap air matanya, dia bersyukur Velisha datang disaat yang tepat.
Velisha berjalan tertatih mendekati Fara. Dia mengenakan baju terusan selutut, Fara memandangnya lekat, kaki kanan wanita kecil itu terbuat dari besi dari lutut ke telapaknya. Fara menutup mulutnya tak percaya. Gadis secantik itu ternyata tidak mempunyai tubuh yang sempurna. Fara berdiri disamping Danu, segera Velisha memeluknya.
“Papah, ini mamah kan? Papah pernah bilang kan nanti akan bawa Mamah pulang kerumah ini, Velisha senang sekali akhirnya bisa ketemu mamah..” Fara tak membalas pelukan itu dia memberanikan diri melirik Danu, wajah Danu membeku, sedetik kemudian dia berlutut mensejajari tingginya dengan Velisha.
“Bukan sayang, dia bukan Mamah Velisha,” Velisha segera melepas pelukannya ke Fara dan mundur beberapa langkah,
“Papah bohong!! Papah bilang satu-satunya wanita yang akan Papah ajak kerumah ini Mamah Velisha, Papah jahat,” Binar mata Velisha meredup dia menangis dan berlari dengan terseok-seok, menyeimbangkan kaki buatannya. Danu menunduk dia tahu, dia telah mengecewakan anaknya. Fara mengusap punggung Danu dan berjalan mengikuti Velisha.
Velisha masuk ke kamarnya. Ruangan berukuran 4 x 4 meter persegi dengan pernak pernik berwarna serba pink. Dia duduk di ranjang dan melepaskan benda yang menyangga tubuhnya, kaki yang terbuat dari besi seperti robot. Fara tersenyum dan duduk di sampingnya. Velisha pun merebahkan dirinya dan mengambil selembar kertas dari balik bantal. Dia menyerahkan kertas itu ke Fara, dan Fara membaliknya, matanya terbelalak mendapati wajahnya di kertas itu.
“Kamu punya foto tante, darimana?”
“Selama ini aku ga pernah tahu wajah mamah seperti apa? Papah ga pernah sekalipun cerita tentang mamah, setahun lalu aku lihat foto ini di ruang kerja papah ketika main ke kantor papah, aku fikir ini foto mamah, ternyata aku salah. Maaf ya Tante.” Velisha mengusap air yang masih menggenang di pelupuk matanya.
“Ga apa-apa sayang,” Fara mengecup kening gadis kecil itu. Melihat kondisinya hati Fara terasa teriris. Seketika itu juga dia jatuh hati dengan Velisha. Fara menyelimuti Velisha dan menepuk pahanya sampai dia tertidur. Sejenak Fara melupakan ketakutannya dan ikut tertidur dengan Velisha.
--------------------------
Waktu sudah menunjukkan pukul 5, Fara terbangun dengan diselimuti rasa kaget. Sekejap kemudian dia tersadar bahwa dia sedang dirumah Danu. Velisha masih terlelap, Fara segera keluar berniat untuk pulang. Tapi ternyata Danu sudah berdiri di ruang tamu sepagi ini. Sepertinya dia tidak tidur semalaman.
Fara berusaha menghindari Danu. Dia sengaja tak menatap wajah lelaki itu. Tapi gerakan Danu sangat cepat, dia menarik tangan Fara.
“Aku anter kamu pulang, ada yang mau aku tunjukkin ke kamu tetapi sebelumnya aku harap kamu mau sarapan sama aku dan Velisha meskipun itu untuk pertama dan terakhir kali. Velisha pasti kecewa kalau dia ga liat kamu ketika terbangun,” Fara menoleh ke kamar Velisha, benar apa yang dikatakan Danu, tidak selayaknya dia membuat gadis kecil itu bersedih.
“Oke, aku siapin sarapan dulu,” Fara berjalan ke dapur, “aku bantuin,” Danu mengikutinya. Mereka terlihat kompak sekali, meskipun Fara masih ketakutan berada di dekat Danu.
Danu selalu menatap lekat Fara di tiap kesempatan. Wanita itu terlihat lugas sekali memotong-motong bawang dan cabai sesekali Fara mengusap air yang keluar dari matanya karena aroma bawang. Danu yang melihatnya tak tega dan mengambil pisau di tangan Fara, dia menggantikan Fara memotong bawang hingga selesai.
Velisha keluar dari kamarnya dengan tersenyum riang, melihat pemandangan di depannya. Dia pun berjalan pelan-pelan ke kamar mandi, dan menyiapkan diri untuk sekolah.
Nasi goreng spesial itu pun telah selesai dibuat. Fara duduk di samping Velisha dan menyendokkan nasi Goreng ke piringnya. Danu mengangkat piringnya yang kosong dan meminta disendokkan juga oleh Fara. Velisha tak henti-hentinya tersenyum.
Kini mereka bertiga berada dalam mobil yang mengantarkan Velisha ke sekolahnya. Velisha duduk di kursi belakang sementara Fara di samping Danu yang sedang menyetir. Mobilpun berhenti tepat di depan gerbang sekolah dasar, Velisha turun dari mobil dan mengetuk jendela di samping Fara, Fara membuka jendela mobil menatap Velisha.
“Ada apa sayang?” sepertinya Fara mulai terbiasa memanggil Velisha dengan sebutan ‘sayang’
“Tante aku mau ngomong sesuatu tante sini deh,” Fara pun mengeluarkan kepalanya, Velisha seakan ingin berbisik, tetapi tidak! dia mencium pipi Fara dan tersenyum lebar sekali.
“Aku seneng banget hari ini, makasih ya Tante, dah,,” Fara memegang pipinya, kaget dengan perbuatan kilat Velisha, dia pun tersenyum dan melambai ke Velisha yang sudah berjalan bergandengan tangan dengan teman sekolahnya yang lain. Jika sekolah atau berpergian kaki Velisha dipasangkan covernya, sebuah benda dari plastik yang senada dengan warna kulitnya untuk menyamarkan bentuk kakinya.
Danu mengantarkan Fara ke rumah kost dia menunggu Fara berganti baju di depan, dan berniat berangkat kerja bersama. Ingin menunjukkan sesuatu ke Fara. Tak berapa lama Fara masuk kembali ke mobil Danu dan merekapun segera menuju kantor.
Fara mengikuti Danu hingga ke lantai 29. Mereka berdiri di teras depan kantor Danu.
“Kamu lihat ke sana, arah angka 2 jarum jam,” Fara mengangguk, “Ada bangungan apa disitu?”
“Itu penjara kan?” Fara mencondongkan tubuhnya berusaha memperjelas penglihatannya.
“Ya, itu penjara, tempat mamahnya Velisha dikurung.”
“Istri kamu dipenjara? Jadi dia masih hidup?” Danu menggeleng, Fara semakin bingung
“Wanita itu bukan istri aku, namanya Nay, dia seorang DJ di club malam, pergaulannya bebas pecandu sekaligus pengedar narkoba, suatu hari dia hamil, tapi dia tak mau menikah dan berencana menggugurkan kandungannya, saat itu memang status aku pacarnya, tapi dia juga punya banyak selingkuhan makanya dia ingin menggugurkan kandungan itu, tapi usahanya sia-sia, dia masuk rumah sakit dan aku berjanji akan mengurus anaknya ketika lahir, jika tes Dna menunjukkan bayi itu anak aku.” Danu menyesap kopi yang dipegangnya. Fara masih memandangnya dengan seksama menunggu lanjutan ceritanya.
“Selama hamil aku yang menunjang kehidupannya, dia masih saja menggunakan barang haram itu meski sudah kularang, dan akhirnya Velisha lahir dengan cacat, dokter bilang kemungkinan pengaruh dari obat penggugur kandungan dan narkoba yang dia pakai. Nay semakin membenci bayi itu, tiga hari setelah melahirkan dia pergi entah kemana? Meninggalkan Velisha sendirian, saat itu juga hasil tes DNA itu keluar, dan aku bersyukur bayi mungil itu memang darah daging aku. Setahun kemudian dia ditangkap polisi. Aku gak mau Velisha semakin kecewa dengan cerita yang sebenarnya, nanti ketika dia sudah dewasa aku berjanji akan menceritakan hal ini sama dia tapi gak sekarang,”
“Kasihan Velisha, dia harus menanggung akibat dari perbuatan ibunya,” Fara menggelengkan kepala, banyak sekali wanita yang sudah menikah belum dikaruniai anak hingga mengeluarkan uang jutaan agar mempunyai keturunan, tapi disisi lain banyak sekali orang yang menggugurkan kandungannya. Miris.
“Sekarang kamu lihat ke arah sana, jarum jam angka 10,” Fara tahu daerah itu, kostan dia
“Itu sih daerah tempat aku ngekost,” Danu tersenyum
“Ya, jika kita tarik garis dari penjara kesini dan dari kost-an kamu kesini, akan berbentuk huruf V untuk Velisha,” Fara tertawa tak habis fikir kesimpulan yang diperoleh Danu sesimple itu.
“Kebetulan banget ya,”
“Siapa yang bilang kebetulan? Semua udah direncanain,”
“Maksud kamu?”
“Kamu lihat foto kamu yang dipegang Velisha kan? Itu dari Tyo,” wajah Fara mendadak beku mendengar nama lelaki itu disebut, Danu melanjutkan ceritanya.
“Tyo itu sepupu aku, dia memang ga pernah cerita tentang aku ke kamu, setahun lalu ketika dia main kesini gak sengaja dia lihat kamu, tapi dia gak mau nemuin kamu. Dia minta aku jagain kamu, dan berharap aku bisa membahagiakan kamu,” bibir Fara bergetar menahan haru, lelaki itu masih memikirkannya. Danu memegang tangan Fara lembut, tak ada penolakan yang dilakukan Fara.
“Dari situ aku cari tahu tentang kamu, berdiri disini hanya untuk melihat kamu setiap pagi, dan tanpa aku sadari aku benar-benar jatuh hati sama kamu, maaf aku udah berlaku ga sopan ke kamu, aku Cuma mau ngetest kamu itu perempuan yang seperti apa,” Fara melepaskan pegangan tangan Danu dengan kasar, dia pun cemberut.
“Udah selesai ngetest nya? Kamu tau gak? Aku ketakutan setengah mati,”
“Ya, maafin aku. Benar kata Tyo, kamu wanita baik-baik. Kalau boleh, aku mau kamu jadi istri aku, jadi ibu untuk Velisha,” Danu menatap lekat wajah gadis di sampingnya itu. Dia butuh waktu untuk berfikir matang-matang mengenai keputusannya.
“Aku ga bisa jawab sekarang, aku belum terlalu mengenal kamu,” Danu menghela nafas panjang, dia membuang pandangannya ke matahari di hadapannya seperti yang dilakukan setiap hari.
“Berapa lama waktu yang kamu butuhkan?”
“Tergantung seberapa lama kamu mau lamar aku dihadapan orangtuaku,” Fara tertawa, Danu menatapnya, tak menyangka Fara memberikan kode untuk segera melamarnya. Dia mengusap kepala Fara dengan lembut dan berjanji akan segera melamar Fara dihadapan orangtuanya.
Fara merasa tak perlu lama berfikir, Danu sudah pasti orang baik, kalau tidak? Tak mungkin Tyo memintanya untuk menjaga Fara.
------------------
Dua bulan kemudian mereka berdua resmi menikah di sebuah gedung mewah di Jakarta. Dita dan Tyo menjadi pengiring pengantinnya. Fara tak menyangka bahwa jodohnya membuatnya menjadi bersaudara dengan sahabatnya sendiri. Velisha senang sekali akhirnya ada seseorang wanita yang bisa dipanggil mamah.
“Hai pria matahari,” bisik Fara lembut setelah mereka berdua pulang ke rumah dan berada di kamar.
“Hai wanita angkot,” Ledek Danu, Fara cemberut
“Masa wanita angkot?!”
“Habis apa dong?” Danu membuka dasinya di depan meja rias, Fara memeluknya dari belakang
“Wanita bulan,” Danu membalikkan badan dan mengangkat alisnya, tanda tak mengerti ucapan wanita yang kini jadi istrinya itu. Fara pun mengerling genit ke Danu, dia melirik jendela kamar. Sontak Danu tertawa dan memeluk Fara. Dia mengingat kejadian di malam itu, dimana dirinya berpura-pura ingin memperkosa Fara.
“Ganjen,” ledek Danu, “biarin,”
“Papah, Mamah buka dong, kalian ngapain sih?” Velisha mengetuk pintu kamar secara tak sabar. Mereka berdua melepaskan pelukan dan merapihkan baju masing-masing. Fara berjalan ke pintu dan membuka nya. Velisha langsung nyerobot masuk dan tiduran di kasur.
“Malam ini aku tidur disini ya, bareng mamah sama papah,”
“Whatsss!!” ucap Danu dan Fara berbarengan sepertinya malam ini mereka akan gagal berduaan dan memberikan adik untuk Velisha. Dengan langkah gontai Danu menuju ranjang dan tiduran di kasur, begitupula dengan Fara. Mereka pun tertidur sambil memeluk Velisha, putri kesayangannya. Sepertinya mereka harus segera merencanakan bulan madu jika tak mau diganggu oleh Velisha.
----------TAMAT------------

No comments:

Post a Comment