Pages

Friday, March 15, 2013

Tugas E-Business Security


SOAL
  1. Jelaskan konsep 5 A dalam keamanan!
  2. Apa perbedaan Identification dan Authentication?
  3. Jelaskan mengenai Security Concept!
  4. Jelaskan mengenai Security Layer!
  5. Jelaskan mengenai Network Access Control!
Jawaban :

1  Konsep 5 A dalam keamanan adalah
·         Architecture – How It’s Built
·         Authentication – Who you are
·         Authorization – What you may do
·         Accountability – Who is responsible
·         Accounting – Where things go

2.    Perbedaan Identification dan authentication adalah
Identifikasi adalah kemampuan untuk mengenali suatu sistem atau pengguna jaringan melalui validasi satu set kredensial.

Authentication adalah proses penentuan apakah seseorang atau sesuatu? Adalah, pada kenyataannya, siapa atau apa yang dinyatakan.

3.   Security Concept terdiri dari
·         Arstitektur
·         Kebijakan
·         Teknologi
·         Bagaimana itu dibangun
·         Dibangun dari apa
·         Aturan

4.  Security Layer terdiri dari
o   Local = at file/database level
§  Akhir titik keamanan
§  Semua data penting harus diamankan, termasuk backup
o   Physical = hardware level
§  Perlindungan dari akses, kehilangan dan perubahan
o   Area = local network access
§  Ancaman terbesar adalah dari dalam, misalnya, pengguna
o   Perimeter = from outside
§  Perbatasan Router, Firewall, pelapor, Scanner

5.    Network Access Control
Kontrol akses ke jaringan dan termasuk pra-masuk pemeriksaan kebijakan keamanan endpoint dan pasca-masuk kontrol atas mana pengguna dapat pergi pada jaringan dan apa yang bisa mereka lakukan.
Tujuannya adalah untuk
·         menegakkan kebijakan keamanan dan membatasi jenis lalu lintas dilarang
·         mengidentifikasi dan mengandung pengguna yang melanggar aturan atau patuh dengan kebijakan
·         blok atau karantina non-compliant perangkat mengakses jaringan perusahaan dan sumber daya.

Thursday, March 14, 2013

Disaster Recovery Planning


Pengertian Disaster Recovery Plan
Disaster recovery plan merupakan sebuah prosedur  penyelamatan dan pemulihan khususnya fasilitas IT dan sistem informasi yang  berisikan tindakan-tindakan konsisten yang harus dilakukan sebelum, selama, dan setelah adanya kejadian (bencana) yang mengakibatkan hilangnya sumber daya sistem informasi.

Menurut Brooks (2002:9) Disaster recovery plan merupakan rencana yang difokuskan pada pengunaan IT untuk pemulihan kinerja sistem, aplikasi, atau sebuah fasilitas komputer yang dijalankan dari suatu tempat yang berbeda (off-site) ketika terjadi situasi darurat. Biasanya DRP berisikan analisis bisnis proses dan apa saja yang dibutuhkan untuk melanjutkan bisnis kedepannya.

Menurut Rosenberg (2006:4) ada 10 langkah dalam menjalankan Disaster Recovery Plan, yaitu:
1.      Define key assets, threats and scenarios
2.      Determine the recovery window
3.      Defining recovery solutions
4.      Draft a disaster recovery plan
5.      Establish a communications plan and assign roles
6.      Disaster recovery site planning
7.      Accessing data and applications
8.      Document the disaster recovery plan, in detail
9.      Test the disaster recovery plan
10.  Refine and retest the disaster recovery plan

Define key Assets, Threats and Scenarios
Langkah pertama dalam pembuatan DRP adalah mengidentifikasi aset-aset penting organisasi dan dampak apa yang ditimbulkan apabila aset tersebut hilang. Langkah ini penting karena organisasi harus mengetahui apa yang dilindungi dan apa value nya terhadap proses bisnis, sehingga organisasi dapat mengetahui cara paling tepat untuk melindunginya.
Contoh aset yang seharusnya dilindungi:
·         E-mail beserta archive
·         File dan dokumen yang ada di jaringan LAN
·         Desain dan spesifikasi produk
·         Employee knowledge
·         Sistem accounting beserta komponen-komponennya

Determine the Recovery Window
Setelah mengidentifikasi aset yang ada maka berikutnya menentukan “recovery window” yaitu, berapa lama organisasi dapat bertahan tanpa menggunakan sebuah aset. Proses ini dilakukan pada setiap aset yang ada. Semakin cepat dibutuhkannya sebuah aset untuk kembali dapat digunakan, maka akan semakin mahal biaya yang harus dikeluarkan pada proses pemulihannya.

Defining Recovery Solution
Langkah ketiga ini dibuat berdasarkan langkah pertama dan kedua, dimana organisasi menentukan pendekatan dan solusi terbaik yang akan dilakukan setelah mengetahui dampak yang ditimbulkan dari hilangnya setiap aset dan lama waktu pemulihannya. Solusi yang bisa diambil seperti melakukan backup data atau membuat copy data dan disimpan di sebuah lokasi off-site.

Draft a Disaster Recovery Plan
Pada langkah ini berisikan bagaimana organisasi akan melindungi setiap aset dan juga menetukan proses yang akan dilakukan selanjutnya serta cara komunikasi yang akan digunakan selama disaster recovery berlangsung. Lebih jauh lagi langkah ini akan membahas berapa besar kerusakan yang ditanggung dan cara untuk meminimalisasi kerusakan.

Establish a communications plan and assign roles
Langkah ini bertujuan untuk membuat perencanaan komunikasi antar employee maupun dengan customer dan menentukan role dan kewajiban dari setiap anggota tim disaster recovery. Komunikasi harus jelas dan tersedianya informasi kontak yang up-to-date dari setiap anggota tim, serta adanya penentuan chain of command sehingga komunikasi bisa berjalan teratur.

Disaster Recovery Site Planning           
Langkah berikutnya adalah menentukan “recovery site” yaitu, lokasi yang ditujukan sebagai tempat menjalankan sistem yang digunakan dalam disaster recovery. Menentukan recovery site bertujuan untuk menghadapi sebuah situasi dimana data center yang menjadi lokasi utama penyimpanan data tidak dapat diakses. Terdapat 3 macam recovery site:
·         Hot site: lokasi recovery site terhubung langsung dengan data center utama dan sistem yang sudah siap, sehingga dapat langsung melakukan replika data.
·         Warm site: hampir sama dengan hot site, namun membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat melakukan replika data, karena harus melakukan persiapan sistem terlebih dahulu seperti instalasi software.
·         Cold site: hanya berupa lokasi yang dapat digunakan oleh staff ketika dalam kondisi darurat. Tidak memiliki hardware, software maupun data.

Accessing Data and Applications
Pada langkah ini organisasi menentukan metode untuk mengkases data dan aplikasi pada data center utama. Pemindahan data ke recovery site dapat dilakukan secara manual, yang berarti tim disaster recovery harus segera menuju ke recovery site. Penggunaan metode ini akan memakan biaya transportasi. Metode lain adalah penggunaan web-server, dengan menggunakan metode ini maka sebagian besar tim dapat menggunakan desktop atau laptop untuk mengakses VPN.

Document the Disaster Recovery Plan, in Detail
Pada langkah ini penting untuk membuat planning yang lebih detail untuk dapat melakukan pemindahan data ke recovery site dengan benar. Elemen penting dalam Disaster recovery plan adalah melakukan dokumentasi akan planning bagaimana data akan dikembalikan ke sistem semula setelah data center utama sudah kembali beroperasi, seperti melakukan synchronization data dan re-load server. 

Test Disaster Recovery Plan
Melakukan real test bertujuan untuk menyiapkan staff  dalam menghadapi situasi darurat dan juga untuk mencari kesalahan-kesalahan yang terdapat pada DRP. Test baik dilakukan berulang-ulang sesuai dengan perubahan sistem dan proses bisnis organiasi.

Refine and Re-Test the Disaster Recovery Plan
            Tahap terakhir adalah melakukan revisi sesuai dengan test yang sudah dilakukan sebelumnya dan melakukan test kedua untuk menguji plan yang sudah direvisi. Langkah ini juga baik dilakukan berulang-ulang  untuk menyesuaikan perubahan.


Tujuh Tier Disaster Recovery Strategies
Memahami disaster recovery strategies and solutions kadang kadang dapat sangat sangat kompleks, untuk membantu dalam mengkategorisasikan solusi solusi yang ada dan karakteristik mereka (sebagai contoh biaya, recovery time, recovery point capabilities) definisi dari beberapa tingkat level dan komponen yang dibutuhkan dapat dijelaskan secara benar. Ide dibalik klasifikasi yang ada ini dapat membantu kita dalam mengetahui dan menentukan disaster recovery yang diperhatikan.
-          - Solusi apa yang dimiliki oleh mereka
-          - Solusi apa yang dibutuhkan oleh mereka
-          - Apakah mereka membutuhkan disaster recovery objective yang jauh lebih tinggi

Pada tahun 1992, SHARE user grub yang ada pada amerika serikat bekerja sama dengan IBM mendefinisikan 7 tier dari disaster recovery. Definisi dari tier tier yang ada telah didisain supaya disaster recovery yang muncul dapat dijelaskan dan dapat diaplikasikan.

Tier tier yang ada pada gambar diatas akan menjelaskan karakteristik dari masing masing tier tersebut dan biaya yang dibutuhkan, recovery time yang dibutuhkan juga termasuk. Tujuan dari pengenalan tiap tier tier yang ada ini adalah untuk menjelaskan pada mereka yang masih belum mengerti tentang disaster recovery, dan kemudian menghubungkan recovery tier yang ada dengan strategi disaster recovery yang ada.

Tier 0 – Do Nothing, No off-site data
Tier 0 didefinisikan sebagai single data center environment yang tidak memiliki requirements untuk di backup data atau mengimplementasikan disaster recovery plan.

Pada tier ini, tidak ada informasi yang harus disimpan, tidak ada dokumentasi, tidak ada backup hardware, dan contingency plan. Maka tidak ada DR capability sama sekali. Tetapi menurut pengalaman, beberapa orang atau customer masih berada pada tier ini. Sebagai contoh, ketika beberapa customer secara aktif membuat backup pada data mereka, backup mereka masih ditinggal pada ruang komputer yang sama, atau kadang kadang tidak dipindahkan dari site karena kurang teliti dalam prosedur penyimpanan. Customer data center yang ada pada tier ini sangat besar kemungkinan untuk kehilangan data yang mereka miliki dikarenakan tidak adanya backup data yang mereka miliki, dan mereka memiliki resiko untuk tidak dapat mengembalikan business data mereka yang telah hilang.





Tier 1 – offsite vaulting (PTAM)
Tier 1 didefinisikan sebagai tier yang sudah memiliki DRP, backup atau penyimpanan data mereka pada offsite storage facility dan telah memiliki beberapa recovery requirements. Backup data yang ingin disimpan diambil dan dibawa ke tempat dimana data tersebut akan disimpan. Tetapi karena penyimpanan dan pengambilan data ditangani oleh kurir, tier ini dideskripsikan sebagai pickup truck access method (PTAM). PTAM adalah metode yang digunakan oleh beberapa site, karena mereka retatif murah .tetapi hal ini susah untuk diatur, hal ini karena susah untuk mengetahui keberadaan data yang ingin disimpan tersebut.


Ketika beberapa customer yang berada pada tier ini dan terlihat mampu untuk melakukan recovery data yang ada ketika terjadi bencana.Tetapi 1 hal yang sering menjadi perhatian orang orang adalah recovery time objective (RTO).Sebagai contoh, ketika masih mungkin untuk melakukan recovery data, tetapi untuk melakukan hal itu mungkin membutuhkan waktu selama beberapa hari atau beberapa minggu.Ketidak adanya business data pada periode selama ini dapat memberikan dampak pada business operation yang dapat bertahan sampai beberapa bulan atau bahkan tahunan.

Tier 2 – Offsite vaulting with a hotsite (PTAM + hotsite)
Tier 2 memiliki semua kebutuhan yang dimiliki oleh tier 1 (office vaulting, dan recovery planning) ditambah sebuat hotsite.Hotsite ini memiliki hardware dan network infrastructure yang cukup yang mampu untuk membantu instalasi pada critical processing requirement.Tier 2 instalasi mengandalkan pada kurir untuk melakukan kegiatannya (PTAM) untuk mengambil data pada fasilitas offsite storage.Ketika terjadi bencana, data yang ada pada offsite storage facility dipindahkan ke hotsite dan dikembalikan ke dalam backup hardware yang telah disediakan.Memindahkan data ke hotsite meningkatkan biaya tetapi mengurangi recovery time secara signifikan. Kunci yang ada pada hotsite ini adalah hardware yang cukup untuk recover data ada dan berfungsi secara benar.


Tier 3 – Electronic vaulting
Tier 3 memiliki semua komponen yang dimiliki oleh tier 2 (offsite backup, disaster recovery plan, hotsite) dan sebagai tambahan, ditambah dengan penyimpanan elektronik terhadap beberapa subset yang ada pada beberapa data.Penyimpanan elektronik terdiri dari electronically transmitting dan membuat backup pada fasilitas yang aman.Memindahkan business-critical data offsite lebih cepat dan lebih sering daripada menggunakan data backup process yang dilakukan secara tradisional. Hardware yang akan menerima data harus secara fisik terpisah dengan site utama dan data yang disimpan untuk dilakukan recovery harus terjadi bencana terlebih dahulu pada site utama. Data backup yang ada akan diambil dan disimpan pada offsite storage facility. Lalu ada juga hotsite yang siap dan backup data yang ada akan dikirimkan kesana dari offsite storage facility. Lalu ada juga electronic vaulting terhadap data data yang kritikal yang ditransfer diantara site utama dengan hotsite. Hotsite yang ada akan tetap berjalan secara permanen, yang mengakibatkan naiknya biaya. Karena data data kritikal data yang telah disimpan pada hotsite, tetapi recovery time yang terjadi telah berkurang lagi secara signifikan. Seringkali hotsite dari second data center dioperasikan oleh perusahaan yang sama yang memiliki storage service provider perusahaan itu sendiri.






Tier 4 – Electronic vaulting with hotsite (active secondary site)
Tier 4 didefinisikan sebagai memiliki 2 data center dengan penyimpanan elektronik diantara 2 site dan memperkenalkan kebutuhan dari managemen aktif data yang disimpan pada recovery site.Hardware untuk penyimpanan data harus secara fisik terpisah dari platform utama. Backup dibawa dan data tersebut disimpan didalam offsite storage facility. Lalu ada hotsite yang siap dan data backup dapat dikirimkan ke sana dari offsite storage facility. Lalu ada juga transmisi data atau koneksi diantara site utama dengan hot site, yang didukung oleh high bandwidth connections.



Pada scenario ini, beban kerja yang ada dibagi diatara 2 site tersebut.Ada transmisi data yang terus menerus diantara 2 site dengan kopian dari data yang kritikal yang ada pada kedua site tersebut.Data data non kritikal yang ada pada perusahaan tetap harus dipindahkan oleh kurir ke dalam offsite apabila terjadi bencana.

Tier 5 – two site two-phase commit
Tier 5 memiliki semua kebutuhan yang ada pada tier 4(offsite backup, disaster recovery plan, electronic vaulting, dan active secondary site) dan sebagai tambahannya, data yang dipilih akan dimaintain. Tier 5 membutuhkan kedua site yang ada, baik itu primary dan secondary platform data untuk terus diupdate sebelum ada permintaan untuk melakukan update agar dapat berhasil.


Seperti gambar diatas, kedua site yang ada telah tersinkronasisasi dengan menggunakan high bandwidth connection yang ada antara site utama dengan hotsite yang ada. Tier 5 juga membutuhkan hardware yang mumpuni pada hotsite atau secondary platform dengan kemampuan untuk secara otomatis men transfer beban kerja ke secondary platform. Kedua site yang ada ini telah tersinkronisasi secara baik, data data kritikal yang ada dan aplikasi telah ada pada kedua site dan hanya beberapa kecil data yang ditransfer yanh hilang ketika terjadi bencana.Dengan sedikitnya jumlah data yang direcover dan koneksi network sudah diimplementasikan, recovery time yang terjadi juga berkurang secara signifikan.

Tier 6 – zero data loss
Tier 6 meliputi tidak adanya kehilangan data, tier ini akan secara langsung dan otomatis akan mentransfer data ke secondary platform. Data dianggap hilang apabila transaksi sudah terlanjur dimulai (sebagai contoh, seorang user menekan tombol enter untuk melakukan proses update), tetapi permintaan itu belum dilaksanakan..tier 6 adalah disaster recovery yang paling akhir. Data yang ada dapat secara langsung mengkopi data yang ada pada 1 site ke secondary site dengan network switching capability.


Pada gambar diatas, kedua site ini sudah tersinkronisasi secara penuh dengan menggunakan high bandwidth connection antara site utama dengan hotsite. Kedua sistem ini masing masing sudah terhubung secara sempurna, memungkinkan switchover otomatis dari 1 site ke site yang lain ketika dibutuhkan. Ini merupakan disaster recovery yang paling mahal karena membutuhkan coupling atau clustering applications, tambahan hardware untuk menyokong data replication, dan high bandwidth connections dengan jarak yang panjang. Tetapi hal ini juga menyediakan recovery yang paling cepat diantara tier tier yang lain.

Cost related to DR solutions
Disaster recovery bergerak maju dengan tier yang lebih tinggi, biaya perbaikan, biaya implementasi, ongoing network cost, dan biaya maintenance yang berkembang secara terus menerus. Sebagai contoh tier disaster recovery yang lebih tinggi membutuhkan :

-        -   Secondary site dengan peralatan operasional yang redudansi, media, software, licensing, dan staf yang mengelola secondary site tersebut
-        -   High bandwidth connections dengan jarak yang besar
-        -   Additional backup software modules untuk membantu fitur fitur advance
-       -    Coupling atau clustering management software
-       -    Hardware yang membantu atau menyediakan point of time volume copies atau remote data replication






Banyak dari tier tier yang telah dijelaskan telah mendeskripsikan dan menjelaskan kemampuan untuk melakukan recover dari data yang dimiliki oleh kita, perbedaan yang ada pada tiap tier adalah seberapa cepat kita ingin melakukan recover terhadap data yang kita miliki, baik itu beberapa minggu atau bahkan beberapa menit (RTO), seberapa cepat kebutuhan kita untuk melakukan recover terhadap data yang kita miliki dilandasi oleh lingkungan kita, apakah kita berada pada lingkungan yang membutuhkan data data yang sangat penting secara cepat atau tidak, dan seberapa banyak data yang tidak ingin kita hilangkan (RPO). Karena itu, recovery solution harus dipilih berdasarkan kriteria unik dari recoveri bisnis yang kita miliki, dan seberapa banyak biaya yang akan hilang dari perusahaan kita karena down dan tidak dapat melanjutkan business processing pada perusahaan kita secara normal. Semakin pendek waktu yang dibutuhkan untuk melakukan recovery terhadap data yang kita miliki untuk melanjutkan proses bisnis secara normal, semakin besar biaya yang kita butuhkan untuk melakukan hal itu. Dan hampir selalu, semakin lama sebuah perusahaan tidak dapat mengembalikan proses transaksi yang terjadi pada perusahaan itu, semakin besar dan mahal dampak yang akan terjadi pada perusahaan tersebut.

Karena itu sangat penting untuk mengetahui bahwa biaya dari solusi untuk melakukan disaster recovery harus masuk akal untuk kebutuhan bisnis dari IT. Kita tidak akan mau mengeluarkan biaya yang lebih besar pada Disaster Recovery solution daripada financial loss yang akan kita dapatkan dari bencana. Financial loss yang akan kita dapatkan harus terlebih dahulu dipikirkan dan dianalisa dari awal awal ketika kita memiliki pengalaman ketika terjadi bencana tersebut, business impact analysis, penaksiran dampak, dan perencanaan yang hati-hati. 




Tidak ada keraguan bahwa data yang kita miliki sangat penting dan dapat menyebabkan hilangnya banyak data. Pada beberapa kasus, seperti instansi keuangan, seperti bank, perusahaan tersebut harus mengimplementasikan disaster protections and recoverability yang paling tinggi untuk menanggulangi kerugian yang akan terjadi apabila terjadi sebuah bencana.


Friday, March 8, 2013

Jenis-jenis Suara Sugar Glider

Sugar Glider bisa mengeluarkan beberapa macam suara, setiap suara memiliki arti sendiri-sendiri.

1. Barking
Belum ada yang tau pasti kenapa SG ngeluarin suara ini... tapi bisa coba dipahami dengan melihat keadaan sekitar, seperti suara bising, udara, dsb... ada beberapa kasus yang mengartikan suara ini adalah panggilan untuk pasangan, ato bahkan untuk mencari perhatian majikannya...
ada juga yang mengartikan kalo suara ini dikeluarin oleh Glider dominan di kelompoknya, sebagai tanda peringatan bahaya...

2. Purr
bunyinya seperti dengkuran kucing... dan ini jarang bisa didengar karena sangat pelan sekali... biasanya karena dia merasa nyaman (khusus untuk glider yang udah bonding ma majikannya)
***menurut video yg paling bawah (dan pengalaman+pengamatan pribadi) purring bis didengar ketika Sg menyukai makanan tertentu,tapi suaranya tidak terlalu kencang

3. Crab

ini adalah bunyi defensive.. satu2nya pertahanan glider ketika dia merasa terancam...

****menurut pengalaman pribadi n ajaran yg ane terima lgsung dari breeder,ada baiknya crab ini diacuhkan saja.tujannya agar SG tersebut bisa kita dekati (menyentuh) untuk mempermudah proses bonding SG tersebut.
setelah Sg tersebut berhasil kita sentuh/pegang, usap/belai2 Sg tersebut (Sg sangat suka dibelai terutama dibagian leher).setelah itu berikan makan dgn cara disuapkan dgn jari. dgn cara seperti ini,SG tersebut mulai belajar mengenal majikan baru nya.
CAUTION:
Sg merupakan mamalia yg cerdas, usahakan agan2 sekalian jgn takut ketika Sg ny crabing.apabila agan takut (menarik tangan ketika ingin menyentuh) Sg tersebut akan belajar klo dgn cara seperti itu agan akan takut dan SG tersebut akan semakin sering melakukan hal itu.

4. Hissing
bunyinya mirip desisan ular... hal ini dikarenakan bermacam2 kondisi.. ada yang bilang ini karena dia susah buang air besar..
kalo bunyinya agak panjang, ini menunjukkan bahwa dia sedang tidak menyukai sesuatu...

5. Chattering
bunyinya seperti tupai, biasanya didengar tiap pagi... ada yang menyebutnya sebagai ucapan "selamat pagi" hehehe

6. Crying

bunyi ini biasanya dikeluarkan joey (baby glider) ato SG yang baru menempati kandang baru... seperti menangisi keluarganya/ibunya

7. Singing

ibu SG biasanya mengeluarkan bunyi seperti nyanyian untuk bayi2nya ketika masih di kantung...

8. Fighting/Mating

*mating: bunyi ini dikeluarkan ketika SG sedang kimpoi... ini semacam bunyi ritual, dan berlangsung agak lama... kadang2 orang menganggap ini sebuah perkelahian.. tapi, tinggal menunggu waktu saja.... setelah mendengar suara ini, tunggu 16 hari, dan agan akan punya bayi glider di dalam kantung ibunya..
*fighting: bunyinya mirip ketika kimpoi, tapi perhatikan lagi lebih dekat, karena jika tidak berlangsung terlalu lama, bisa jadi ini adalah sebuah pertengkaran.. kemungkinan akan berakhir pada kematian salah satu glider

Sumber : Kaskus